(Tema ; Pelapisan Social Dan Kesamaan Derajat)
Manusia
sebagai makhluk yang berakal yang dapat bertindak baik ataupun buruk atas
pemikirannya, oleh karna itu dibutuhkannya suatu peraturan dan ketentuan agar
manusia dapat mengkontrol dan berfikir ulang untuk melakukan tindakan yang
dapat merugikan orang lain. Jadi yang di butuhkan manusia adalah suatu aturan hukum.
Hukum
adalah suatu system yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tinggkah laku manusia
agar tinggak laku manusia dapat terkontrol. Hukumpun dapat diartikan sebagai
peraturan atau ketentuan-ketentuan terlulis maupun tidak tertulis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Lalu
apa itu hukum matre………..?
Hukum matre adalah hukum yang tumpul
atau yang tak bisa adil dikarrnakan uang, atau apapun itu yang membuat hukum menjadi
tumpul dan tidak adil dalam memberikan sangsi atas pelanggaran yang dibuat oleh
terdakwa. Penyebab hukum menjadi matre adalah dikarnakanya penegak hukam tidak
memiliki moral yang baik seperti;
1. kurangnya kejujuran dalam menjalankan
tugas menegakkan hukam,
2.bertanggung jawab atas tugasnya yaitu
bertindak professional, tanpa membeda bedakan
Perkara, golongan entah itu si kaya maupun si miskin.
3.keberanian moral yaitu suatu kesetian
terhadap hati nurani yang menyatakan kesediaannya
untuk menaggung resiko konflik.
Namun
tak harus di pungkiri bahwa hokum matre emang benar adanya contohnya seperti
kasus koruptor yang mana merupakan kasus yang berat dan merugikan banyak orang
dan Negara, namun terdakwa yang jelas – jelas melakukan pernbuatan tersebut tidak
dihukum sebagaimana mestinya malah masih bisa jalan jalan ke bali, sampai ke
singgapur
adapun yang benar benar di hukum walaupun
tindak pelanggarannya kecil contohnya anak smk yang mencuri sandal yang terancam
hukumana5 tahun penjara.
Ini semua merupakan suatu gambaran bahwa
hukum yang menjadi anturan dan ketentuan yang mana belum berjalan dengan benar dan
semestinya.
Adapun suatu kisah tentang “si nenek
yang mencuri singkong karna kelaparan”
jadi si nenek tersebut
di tuduh mencuri singkong, yang mana si nenek itu berdalih bahwa hidupnya itu
meskin, anak lelakinya sakit, cucunya kelaparan. Namun tetap suatu manajer suatu
perusahaan menuntunya.
Lalu hakim pun menghela
nafas lalu berkata “maafkan saya” sambil memandang sang nenek itu. Hakimpun berkata
bahwa ia tidak dapat membuat pengecualian hukum, karna hukum tetap lah hukum,
lalu si nenek itu dihukum dengan denda 1jt
rupiah atau penjara selama 2,5 tahun seperti tuntutan jaksa PU.
Nenek itupun tertunduk
lesu, hatinya remuk redam, namun si hakim pun mencopot topi dan membuka dompet
kemudian mengambil dan memasukan uang sejumlah 1 jt rupiah kedalam topi
tersebut dan berkata pada hadirin “saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan
denda kepada tiap orang yang hadir diruang siding ini sebesar 50 ribu rupiah
sebab menetap dikota ini, yang membiarkan seorang kelaparan sampai harus
mencuri untuk memberi makan cucunya” “sdr panitera, tolong kumpulkan dendanya
dalam topi saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa” sampai palu di
ketuk dan hakim meninggalkan ruang siding, nenek itupun pergi dengan
mengantongi uang sebesar 3,5 juta rupiah. Termasuk uang 50 ribu rupiah yang
dibayarkan oleh manajer yang menuntu nenek itu.
Dari kisah ini di dapat
bahwa penagak hokum ini memiliki keberanian moral yang mana yang mana bekerja
mengunakan hati nurani.
Jadi dapat di simpukan
bahwa tidak semua penegak hokum ini tidak memiliki moral yang baik yang
menyebabkan hokum menjadi matre. Mungkin hukum menjadi matre dikarnakan
kesenjangan social yang mana si penegak hokum dibayar tidak sesuai dengan
resiko pekerjaannya yang begitu berat yang pertanggung jawababnya dunia akhirat.
Sumber;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar